Tentang Jurnal Ini

Limen, Jurnal Agama dan Kebudayaan                                Online ISSN 2963-8097

Limen, Jurnal Agama dan Kebudayaan   is published twice a year (April and October) by Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Fajar Timur

Limen (Latin word means: limen or threshold; Indonesian: ambang batas gawang pintu, garis batas) refers to the term ‘liminal’ in anthropology that indicates the moments of life transition regarding phases of human being development to maturity, its social roles and degrees, or other transitions that impact their life deeply.

Limen invites you to be on the threshold and to go beyond the border, to come into a new phase of your life, and to get new enlightenment.

Journal title

: Limen: Jurnal Agama dan Kebudayaan

Initials

: Lim

 

Abbreviation

: Limen

Frequency

2 Issues every year 

DOI

: Prefix : 10.61792 

ISSN (print)

ISSN (online)

: 2963-8097

Editor in Chief

: Abdon Bisei M.Hum

Managing Editor

: Abdon Bisei M.Hum

Publisher

: Sekolah Tinggi Tinggi Filsafat Teologi Fajar Timur Jayapura 

Indexing

: Google Scholar | PKP Index Base 

Journal Summary

Every submitted manuscript will be reviewed by at least two peer-reviewers using double double-blind review method. Abstracts and full text that have been published on the website can be read and downloaded for free. Limen: Jurnal Filsafat dan Kebudayaan  is managed by Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Fajar Timur. This journal registered in the Crossref system with Digital Object Identifier (DOI) 10.61792. For authors interested in submitting the manuscript, kindly register yourself.

.

Terbitan Terkini

Vol 20 No 1/Oktober (2023)
					Lihat Vol 20 No 1/Oktober (2023)

Pembaca budiman, Limen edisi ini menyajikan lima naskah dengan beberapa perspektif yakni tinjauan filsafati, teologis, alkitabiah, formatif, dan antropologis.

Artikel pertama, ditulis oleh Ignasius Ngari membahas konsep Nietzsche tentang “keinginan untuk berkuasa” yang tidak memiliki definisi yang jelas dan pasti, sehingga menimbulkan banyak tafsir. Yang paling menonjol adalah implikasi metafisik dan pragmatisnya. Dalam konteks ini, muncul aspek krusial: keinginan untuk hidup harus memiliki substansi yang nyata agar tidak menjadi konsep yang hampa dan ilusif. Konsekuensinya, merangkul kerangka keinginan untuk berkuasa menjadi perjuangan terus-menerus untuk melampaui dan meninggikan diri sendiri. Selain itu, hakikat mendasar dari keinginan untuk berkuasa menuntut penerimaan terhadap beragam aspek kehidupan. Keduanya penting dan pada dasarnya saling berhubungan. Keinginan untuk berkuasa memiliki arti penting dalam pengembangan pribadi di tengah kehidupan yang terus berubah, yang menawarkan kemudahan sekaligus menantang.

Artikel kedua, karya Fumensius Gions, berporos pada pertanyaan, “Apa yang dimaksud dengan beriman kepada Tuhan sebagai asal-mula dan akhir segala sesuatu?” Menurutnya, menjadi manusia berarti membangun hubungan dengan Tuhan dan sesama. Martabat manusia berasal dari kenyataan bahwa kita diciptakan Tuhan dan ditakdirkan untuk bersama-Nya dan dengan sesama. Manusia mampu membedakan tindakan apa yang memanusiakan dan tidak memanusiakan dirinya dan sesamanya, perilaku apa yang berkontribusi meningkatkan martabat pribadi manusia, dan yang bertentangan dengan hal ini. Menurut Gions, konsep Rahner tentang pengalaman akan Tuhan dan diri kita sendiri berfungsi sebagai panduan dan inspirasi untuk berefleksi.

Dalam artikel ketiga, David Dapi mengulas kitab Mikha pasal 6 yang menawarkan pemeriksaan kritis terhadap tiga aspek kehidupan sosial Israel: raja, imam, dan nabi. Dalam perikop itu dikatakan, para pemimpin menunjukkan perilaku sewenang-wenang dan tidak adil, para imam gagal menjalankan tugas sucinya, dan para nabi tidak menyampaikan kebenaran. Perselisihan yang diuraikan dalam Mikha 6:1-8, sebuah tema yang berulang kali muncul dalam literatur nubuatan Perjanjian Lama, dikenal sebagai “rîb”. Dalam ayat-ayat ini, Mikha menyampaikan syarat-syarat dari Allah untuk menegakkan kembali keadilan, serta tindakan keagamaan dan sipil yang diperlukan untuk memulihkan hubungan mereka dengan Tuhan. Mikha mengingatkan Israel akan tradisi keagamaan yang terkandung dalam Taurat.

Dalam karya tulis berikutnya, Wilhelmus Ireneus Gonsalit Saur mengulas tentang Gereja sinodal sebagai modus vivendi et operandi spesifik Umat Allah. Namun, semangat berjalan bersama telah menjadi masalah dalam Gereja. Klerikalisme adalah tantangan nyata bagi Gereja untuk melakukan perjalanan bersama. Fokus artikel ini adalah bagaimana membentuk para seminaris secara sinode. Menurutnya, rumah formasi adalah tempat untuk belajar dan mempraktikkan persekutuan, partisipasi, dan misi. Di sana, para seminaris belajar mendengarkan, membedakan, dan berpartisipasi. Untuk melaksanakan pelayanan khusus ini diperlukan orang-orang yang terlatih dengan baik sebagai seorang formator, yang mampu mengintegrasikan 4 dimensi formasi imamat. Proses formatio yang baik akan membantu para seminaris menjadi pelayan yang baik dalam perjalanan mereka bersama Umat Tuhan.

Di artikel kelima, Albertus Heriyanto menganalisis salah satu aspek budaya Maybrat, yakni sistem kepemimpinan bobot. Kepemimpinan ini berkisar pada individu yang memiliki serangkaian kualitas unik, termasuk kekayaan, kemurahan hati, pengetahuan, dan otoritas. Karakteristik yang melekat pada sistem kepemimpinan bobot tampaknya sejalan dengan apa yang disebut Marshall Sahlins sebagai “sistem big-man”. Sistem ini berpusat pada laki-laki yang diakui pengaruhnya, baik dalam komunitasnya maupun dalam hubungan antarkomunitas. Namun, muncul pertanyaan mendesak mengenai keberlanjutan dan relevansi sistem kepemimpinan ini dalam masyarakat Maybrat kontemporer. Dalam menghadapi globalisasi, modernisasi, dan perubahan sosial yang pesat, mampukah sistem kepemimpinan bobot bertahan? Apa peran sistem ini dalam dinamika masyarakat Maybrat saat ini?

Diterbitkan: 2024-01-10
Lihat semua terbitan

Limen, Jurnal Agama dan Kebudayaan                                Online ISSN 2963-8097

Limen, Jurnal Agama dan Kebudayaan   is published twice a year (April and October) by Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Fajar Timur

Limen (Latin word means: limen or threshold; Indonesian: ambang batas gawang pintu, garis batas) refers to the term ‘liminal’ in anthropology to indicate the moments of life transition regarding phases of human being development to its maturity, its social roles and degrees, or other transitions that impact their life deeply.

Limen invites you to be in threshold and to go beyond the border, and to come in the new phase of your life and to get the new enlightenment.